Wednesday, March 14, 2012

Rok Mini dan Hedonisme

Pos Pembaca Harian SOLOPOS, 15 Maret 2012 Seolah tiada hal yang masuk akal (logika) dilakukan oleh Ketua DPR RI berkenaan dengan aturan larangan memakai rok mini di seputar Gedung Dewan. Hal teknis dan kurang prinsipil demi membangun kinerja anggota Dewan dalam melakukan fungsinya sebagai lembaga legislasi, pengawas dan pembuat anggaran. Apa dampak dari larangan itu, toh hanya kekhawatiran terjadinya pelecehan seksual, pemerkosaan. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan tuntutan kinerja yang diharapkan. Rok mini tidak akan mengubah sikap, tutur kata, perilaku dan budaya anggota Dewan yang glamour dan sarat kemewahan (hedonisme). Rakyat lebih sedih dan prihatin ketika budaya korupsi, egositis, konsumerisme dan hedonisme yang semakin membuncah. Lihat saja beberapa waktu lalu isu pamer mobil mewah bagi sebagaian besar anggota Dewan, malah tidak menjadi sorotan dan larangan. Padahal kesederhanaan, cinta produk dalam negeri, tenggang rasa seharusnya menjadi brand anggota Dewan (sebagai wakil rakyat). Meski menjadi anggota Dewan itu mahal dan orang kayalah yang mampu "mengisi" dimana sebagian besar pengusaha. Namun layak dan sepatutnya saat berada di gedung dewan selalu dalam kesederhanaan. Baik secara material ( pakaian, asesories dan kendaraan), moril ( pesta) dan etika (tutur kata dan perilaku lebih sopan) Lebih penting membenahi sikap "ojo dumeh" anggota dewan daripada menyoroti rok mini. Karena bangsa ini (kaum perempuan) sudah dewasa dan mampu menempatkan diri dalam berpakaian yang pantas, sopan dan beretika. Aturan ini bisa dikatakan diskriminasi bagi kaum perempuan. FX Triyas Hadi Prihantoro guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta

Sunday, March 11, 2012

Perubahan paradigma UN

dimuat di Harian SUARA MERDEKA 12 Maret 2012 PERATURAN Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 59 tahun 2011, mengatur tentang Ujian Nasional (UN) 2012. Diantaranya tentang Prosedur Operasional Standar (POS) UN dan Kriteria Kelulusan. Tidak jauh berbeda dalam Kriteria Kelulusan dengan UN tahun 2011. Tingkat SD sederajat ditentukan oleh Dewan Guru. Sedangkan SMP/ SMA sederajat dihitung dari Nilai Akhir (NA) adalah: NA= 60 % Nilai UN + 40 % Nilai Sekolah dan mencapai nilai rata-rata NA paling rendah 5,5 dan NA tiap mata pelajaran 4,0. Dipahami dan diketahuinya kriteria kelulusan menjadikan perubahan paradigma UN itu sendiri. Saat masih sebagai penentu, rasa ketakutan yang tinggi terjadi baik dari pihak sekolah (siswa, orang tua dan guru) dan birokrat daerah (Pemda). Semangat belajar peserta didik cukup serius, tertib, disiplin baik dari pelajaran tambahan maupun berbagai latihan ujian. Namun menjelang UN 2012 rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan akan UN mulai berkurang. Berdasarkan mazhab behavioristik dari psikologi pendidikan. Dimana pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan sesuai standar tertentu melalui pembiasaan berbasis stimulus dan respon. Kurang Menggigit Melihat kenyataan persiapan UN, perubahan semangat dan gaya belajar yang kurang menggigit (santai), sangat jelas sudah terjadi. Kerja keras, rajin belajar, aktif dalam mengerjakan soal, semangat belajar menurun. Peserta didik tidak lagi patuh dalam berkewajiban menjalankan tuntutan guru (sekolah) tanpa kompromi sebagai akibat dari ketentuan standar yang harus dicapai. Kemalasan mengikuti pelajaran tambahan pelajaran (khusus UN), hasil try out yang mengecewakan serta kurang konsentrasi dalam pembelajaran. Presensi keaktifan tambahan pelajaran dan hasil dari try out juga jauh dari harapan. Semua itu merupakan hasil dari umpan tidak adanya perubahan kriteria kelulusan. Dengan begitu dalam menghadapi UN di anggap biasa-biasa saja. Toh hasilnya nanti tidak jauh berbeda dengan tingkat keberhasilan lulus cukup tinggi dan kegagalan yang rendah. Tahun 2011 tingkat kelulusan UN SMA/MA mencapai 99,22 persen. Kegagalan kebanyakan faktor mengundurkan diri (tidak ikut UN). Kondisi ini membuat tidak tercapainya dari tujuan pendidikan / pembelajaran di sekolah. Seharusnya terjadinya perubahan tingkah laku berupa bertambahnya pengetahuan, ketrampilan, sikap dalam diri peserta didik. Karena itu pelaksanaan UN harus selalu di evaluasi. Melihat kenyataan, mundurnya motivasi siswa dalam menghadapi UN, bukan berarti bebas dari kecurangan dan peningkatan kualitas. Karena pendidikan itu sendiri adalah proses pendewasaan manusia menjadi pribadi yang utuh dan menjadi tangggung jawab bersama.(91) FX Triyas Hadi Prihantoro, Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta