Friday, September 07, 2012

Pendidikan Anti teror

dimuat SUARA MERDEKA (3/9/12) DUA peristiwa penembakan berurutan (aksi teror) terhadap polisi di Solo, sungguh mengejutkan. Kamis (30/8) malam penembakan terhadap polisi di Sigosaren Plasa dan Jumat (31/8) malam, tembak-menembak di daerah Tipes. Keberanian yang luar biasa dilakukan pelaku teror di tempat publik (keramaian). Sebelumnya, menjelang Lebaran diawali penembakan Pos Keamanan Lebaran Simpang Gemblengan, Jumat (17/8) dan terulang kembali di Bundaran Gladak, Jalan Jenderal Sudirman, Sabtu (18/8). Pasal 30 UUD 1945 tertulis ''Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara''. Itu berarti setiap warga negara berhak dan wajib dalam usaha pembelaan negara. Rasa tenang, aman, nyaman, dan damai menjadi hak warga negara. Karena itu, kewajiban negara untuk melindungi warganya dengan memberikan perlindungan kepada warga dari segala ancaman termasuk aksi teror. Namun, apakah pemberian perlindungan dan jaminan rasa aman hanya menjadi kewajiban negara? Bukankah dibutuhkan kerja sama antara rakyat dengan negara? Itulah sebenarnya makna yang diharapkan dari tujuan negara yang tertulis dalam pembukaan UUD 45 untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Bela Negara Demi mewujudkan cita-cita pendiri bangsa, maka merdeka dari penjajahan asing bukan jaminan bebas dari segala ancaman. Untuk memerangi aksi teroris dibutuhkan pendidikan antiteror menjadi bagian dari pendidikan di sekolah. Pemahaman dasar bahwa sebagai warga negara mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan, dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Karena itu, sebagai warga negara yang baik seharusnya mulai saat ini kita wajib menaati semua peraturan yang berlaku. Termasuk dalam menjalin kerja sama dengan negara (aparat) dalam memerangi aksi terror. Sisipan dalam pembelajaran, melalui pendidikan karakter dan wawasan kebangsaan merupakan bentuk antisipasi (upaya preventif) menekan aksi teror. Karena negara juga sering membiarkan aksi-aksi yang bersifat destruktif dan anarkis. Membiarkan atau tidak tegas memberikan sanksi adanya kelompok ekstrem yang sangat merugikan dan sering berbuat onar. Melalui pendidikan dipupuk kesadaran menaati aturan, menumbuhkan semangat nasionalisme, patriotisme, dan memberikan laporan bila ada aksi yang mencurigakan. Gerakan proaktif memberikan pembelaan kepada negara yang diberikan secara intensif dalam pendidikan demi mengeliminasi aksi teror yang marak terjadi akhir-akhir ini. (37) -- FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta