Sunday, September 21, 2014

Optimalisasi Mapel Sejarah dan Rekreasi

OPINI, harian Joglosemar 19 September 2014 oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Berita bahwa Mata Pelajaran (Mapel) Sejarah menjadi kewajiban di tingkat SMA berdasarkan Kurikulum 2013 membawa fenomena tersendiri bagi pendidikan. Pasalnya,Mapel Sejarah pernah mengalami zaman keemasan saat berlakunya Kurikulum 1984.

Saat itu, menjadi kewajiban bagi semua sekolah mengajarkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Alhasil, diharapkan semua peserta didik mengerti, memahami dan mengaktualisasikan sejarah perjuangan bangsa sebelum dan sesudah merdeka, dengan mengedepankan seorang sosok yang sedang menjabat Presiden Republik Indonesia.

Buku PSPB karangan Profesor Dr Nugroho Notosusanto SH yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tidak bisa bertahan lama sejalan dengar reformasi. Buku pelajaran tersebut dianggap sebagai upaya pembelokan sejarah demi kepentingan politik penguasa. Maka dari itu, kritikan tajam mengarah pada penulis buku karena dianggap mengabaikan data dan fakta sejarah.

Namun tentunya menjadi berbeda saat Mapel sejarah menjadi kewajiban belajar bagi SMA. Tujuan Mapel Sejarah sebagai Mapel wajib yakni siswa diharapkan mampu memahami karakter bangsa. Untuk kelas X , dua jam wajib dan tiga jam sebagai mata pelajaran peminatan. Sedang kelas XI dan XII, dua jam wajib dan empat jam peminatan.

Dalam Mapel Sejarah, menurut Direktur Kebudayaan, Kemdikbud, Kacung Marijan dalam pembelajaran sejarah kedepan melalui penguasaan materi dan metode pembelajaran. Guru diharapkan mampu melakukan dua hal yang utama yaitu mengenai upgrading mengenai penguasaan materi dan metode pembelajarannya.

Dengan demikian, optimalisasi Mapel Sejarah perlu banyak metode agar peserta didik tidak bosan. Karena sejarah identik dengan belajar dokumen masa lalu sehingga hanya bersifat membaca narasi dan mengingat berbagai peristiwa dan kejadian sebagai bagian dari perjalanan kehidupan sebuah bangsa atau negara.

Oleh karena itu,Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Sejarah di sekolah harus selalu berinovasi, seperti tuntutan dalam Kurikulum 2013. Sebagai upaya pengimbangan dari cepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum lagi, dampak dari berbagai perubahan situasi dan kondisi secara tiba-tiba. Maka, dalam mengoptimalisasi pembahasan sejarah nasional Indonesia, sejarah pergerakan dan sejarah dunia, guru harus menguasai berbagai metode pengajaran.

Karena saat dibutuhkan segala informasi dan komunikasi yang berimplementasi dalam Mapel Sejarah, guru harus mampu beradaptasi, memanfaatkan dan mengoptimalkan segala sarana dan prasarana yang telah tersedia. Namun sayang banyak sekali guru (Sejarah) yang kurang peka dan tidak mau melakukan segala inovasi dan cenderung melakukan kegiatan berpola lama dengan membacakan narasi dan memperlihatkan gambar semata.

Guru (Sejarah) harus berubah mindset. Karena dengan jumlah jam pelajaran wajib yakni, 5-6 jam tatap muka perminggu maka realitanya jumlah pertemuan sangat tinggi. Seperti dikatakan Prof Johar (2009) bila gejala seperti itu dikaitkan dengan fungsi guru, maka dalam melakukan pekerjaannya, guru akan menghadapi dinamika perubahan tata nilai dan perilaku peserta didik yang mengalami pergeseran secara terus menerus. Sebagai contoh, pengalaman guru melakukan fasilitasi pada peserta didik pada suatu saat bermakna tepat, tetapi kurang tepat pada saat diterapkan pada komunitas peserta didik yang berbeda atau peserta didik dari generasi yang berbeda pula.

Maka, untuk menghadapi peserta didik dari komunitas yang berbeda atau dari generasi baru itu, guru sebaiknya harus mengenal dan menyikapi keunikan peserta didik tersebut yang memiliki karakteristik yang berbeda dan menjadi karakteristik baru. Seharusnya, guru (Sejarah) terus menerus melakukan kajian terhadap peserta didik yang dihadapi, menemukan keunikan mereka, dan guru dapat melakukan layanan pendampingan yang sesuai dengan kebutuhan dalam proses belajarnya.

Oleh karena itu, demi mengoptimalkan Mapel Sejarah, inovasi belajar sambil rekreasi bisa menjadi solusi cerdas, guru (Sejarah) dalam upaya meredam kebosanan dan melahirkan kenyamanan dan kegembiraan kepada peserta didik. Seperti di wilayah eks-Karesidenan Surakarta, sangatlah mudah di dapat contoh warisan tangible (bendawi) dan intangible (non bendawi) serta berbagai persoalan baru yang dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar sejarah melalui rekreasi sambil belajar. Karena belajar sambil rekreasi, menjadikan peserta didik tidak bosan bahkan mampu merekam apa yang dilihat, dirasakan, dilaporkan dengan berbagai inovasi.

Optimalisasi

Oleh karena itu, optimalisasi pembelajaran dibutuhkan dengan kreativitas guru (Sejarah) harus banyak belajar akan perubahan informasi kehidupan dengan rajin browsing (berjelajah) di internet dan “jalan-jalan” ke berbagai situs atau artefak. Dengan aktif membaca dari media cetak maupun online, mendengarkan dan melihat berita, mengikuti acara talkshow, seminar yang semakin membuka wacana.

Sedangkan visit (kunjungan) ke museum (Sangiran, Radya Pustaka), Monumen (Pers, Banjarsari), Prasasti (Mangkunegaran, Keraton Kasunanan, Benteng Vastenburg, Bon Raja Sriwedari, Taman Balekambang) dan situs bersejarah lain semakin mengayakan perbendaharaan tempat belajar yang bernilai ilmu pengetahuan.

Secara cepat dan konsisten, guru mencatat hal-hal yang penting, membuat rangkuman dan membuat berbagai pertanyaan-pertanyaan sebagai bahan Lembar Kerja Siswa (LKS). Semua yang dipertanyakan dalam LKS disinergikan dengan standar kompetensi yang menjadi tujuan dari kurikulum yang sudah tertata dalam silabus mapel sejarah. Peserta didik bisa mandiri maupun berkelompok melakukan observasi dan pelaporan sesuai LKS yang menjadi tuntunan.

Saatnya Mapel wajib sejarah di Kurikulum 2013, dalam Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) telah bersinergi dengan objek yang hendak diobservasi. Belajar dan rekreasi yang telah dimasukkan dalam tugas individual dan kelompok sebagai salah satu bahan penilaian tim. Pasalnya, tidak semua pelajar SMA Solo mengerti, paham dan mengetahui tempat-tempat bersejarah di wilayahnya.

Dengan demikian, Mapel Sejarah dikemas dalam rekreasi (studi Tour)jadi menyenangkan dan menggembirakan. Peserta didik mendapatkan informasi sekaligus mengayakan ilmu pengetahuan aktual. Apalagi, kunjungan peserta didik ke tempat “bersejarah” yang mungkin tidak bakal didatangi apabila tidak ada tugas dari guru sejarah.

Menjadikan peserta didik semakin tahu akan perkembangan sejarah wilayahnya dengan melihat bukti-bukti fisik dan berkembang menguasai dan mencintai sejarah negara lain (dunia). Mengoptimalkan KBM Sejarah dengan belajar dan rekreasi, pembelajaran semakin kreatif, dan tidak akan sia-sia menjadi peminatan khusus di jenjang SMA berdasarkan Kurikulum 2013. Semoga.

Tuesday, September 16, 2014

Menjadi Guru Imajinatif

Dimuat dalam Mimbar, Mingguan Hidup Katolik (Minggu ke 3 juli 2014)

Kehidupan pendidikan, melibatkan pendidik (guru), peserta didik, sarana (sekolah) dan kurikulum pendidikan. Saling bersinergi untuk mencapai tujuan, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Profesi guru sangat rawan di kritisi dan dipolitisir demi sebuah kepentingan. Apalagi ditahun 2014 sebagai tahun Politik guru SMA sederajat menjadi strategis berkat posisi pemilih pemula sebagai "amunisi" kantong perolehan suara.

Namun dalam hal "tahun politik" bukanlah masalah penting. Yang menjadi permasalahan masih banyaknya guru yang stagnan,belum profesional, tidak tanggap akan tugas dan tanggung jawabnya. Saat peserta didik “gagal” dalam mencapai tujuan, guru sering menjadi sasaran tembak, karena dianggap kurang kridibilitas. Padahal berbagai kesempatan untuk meningkatkan keprofesionalan sudah banyak difasilitasi Pemerintah. Bila dilihat dari 2,9 juta guru di Indonesia, tidak sampai 1 persen guru inspiratif, yang penuh imajinasi melakukan inovasi. Bukan guru yang mengejar kurikulum, tetapi mengajak murid-muridnya berpikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box), mengubahnya di dalam, lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Jika guru kurikulum melahirkan manajer-manajer andal, guru inspiratif melahirkan pemimpin-pembaru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama. (Rhenald Kasali .2007)

Keberanian seorang guru keluar dari kebiasaan dengan melakukan kegiatan yang positif, membawa peserta didik lebih terbuka, berani dan kritis. Guru yang kreatif, inovatif dengan keluar dari mainstreem demi kemajuan pendidikan. Disinilah seorang guru akan menjadi “idola” bagi peserta didik karena keluar dari kebiasaan guru. Yang hanya datang, mengajar dan pulang tanpa mau melakukan terobosan.

Seperti yang penulis lihat dalam kehidupan sehari hari. Dalam satu unit kerja belum tentu ada guru yang cemerlang dengan mengoptimalkan kemampuannya. Sesuai kompetensi yang diharapkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) bahwa guru diharapkan memiliki kompetensi kepribadian, sosial, akademis dan pedagogis. Namun karena statis guru tidak mau mengembangkan dirinya, karena hanya menginginkan rasa aman semata.

Padahak kesempatan sangat terbuka di era digital. Guru dapat dengan mudah mempublikasi karya-karya briliannya. Bila seorang guru mampu menulis, membuat penelitian (PTK), menghasilkan karya seni, berprestasi dalam bidang olah raga bisa mengupload (mengunggah) di media jejaring sosial atau blog pribadi. Secara otomatis akan terpublikasi prestasi atau penemuan barunya dan dibaca, dilihat banyak orang beserta komentar positif maupun negatif.

Demikian halnya bila dalam kehidupan pendidikan (sekolah) sekitar terdapat ketimpangan, penyimpangan , guru harus berani mengeluarkan pendapat. Sekali lagi untuk mempublikasikan segala uneg-uneg, dapat segera terapresiasai karena cukup terbantu dengan media massa dan media sosial yang ada. Toh guru saat ini, sudah wajib dan mampu mengaplikasikan teknologi informasi komunikasi (TIK). Guru membawa komputer jinjing (laptop), mengakses internet sudah menjadi bagian hidupnya (habitus).

Guru harus berani berteriak saat situasi dan kondisinya tidak kondusif. Guru harus berani bersuara dalam upaya menuntut hak-haknya. Namun guru juga harus mampu membuktikan kualitas, jati diri dan kemampuannya dengan banyak prestasi. Guru harus imajinatif membuka peluang dan mampu meneladani apa yang sudah dicontohkan oleh Ki Hadjar Dewantoro yang mampu menyesuaikan situasi dan kondisi.

Seperti tulisan Ki Hadjar Dewantara “Seandainya Aku Seorang Belanda” (judul asli: “Als ik eens Nederlander was”), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Daouwes Decker, tahun 1913. Artikel kritis , pedas dan imajinatif bagi kalangan pejabat Hindia Belanda (Penguasa).

Berani

Apa yang menjadi sikap Ki Hadjar Dewantara dapan menjadi inpsirasi Keberanian guru dalam melakukan inovasi. Praktek kreatif dan berani yang tidak boleh ngawur namun sesuai koridor aturan yang berlaku. Pasalnya guru merupakan insan akademis, tidak asal ngomong dalam melakukan perubahan tanpa sebuah landasan teoritis keilmuannya. Sehingga sebuah tuntutan harus disertai alasan, jalan keluar dan argumentasi yang dapat dipertanggung jawabkan

Seperti Filosofi pendidikan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara pula untuk menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya. Kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistim pengajaran haruslah berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa.

Dan tidak bisa juga melepaskan salah satu konsep budaya Ki Hajar Dewantoro dikenal dengan ”Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Maksudnya, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. Sehingga kolaborasi konsep menjadi ide, gagasan inspiratif menjadi lebih jernih bernilai dan mencapai sasaran.

Demikian juga seorang guru harus mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada bangsa menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang guru dalam mengaplikasikan kehidupan. Guru yang berani keluar arus, tidak sekedar berani namun mampu melihat situasi dan kondisi kehidupan bangsa dan Negara. Guru lebih kreatif dan inspiratif sesuai tuntutan kurikulum 2013 yang mengoptimalkan peran peserta didik. Oleh karena itu setiap guru menyiapkan proses pembelajaran, selalu diingatkan untuk menjadi guru yang berani berinovasi (berinspirasi). Berani dalam menyuarakan kehidupan guru yang masih tertindas (guru honor, guru kontrak) yang masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) dalam peroleh gaji.

Berani menolak kebijakan Penguasa yang tidak sesuai dengah ruh pendidikan. Berani melawan kesewenang-wenangan dari sebuah arogansi yang birokrasi yang sering menimpa guru, peserta didik dan institusi pendidikan. Guru yang mengutamakan kemasahalatan dan menghindar dari segala kemudaratan demi pendidikan yang humanis dengan ide imajinatif.

FX Triyas Hadi Prihantoro Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta